Berhadapan dengan orang gila memang membuat kita bingung. Dimarahi salah, didiamkan juga tambah berulah. Yah senasib dengan yang dialami oleh Saiful Miani warga Kabupaten Magelang. Pria berusia 42 tahun tersebut ingin menenangkan tetangganya yang sedang mengalami gangguan jiwa. Namun nahas, bukan bertambah tenang, Karya Mustabin malah membacok tubuh Saiful dengan menggunakan kapak. Akibatnya, Saiful harus dilarikan ke rumah sakit.
Melihat kasus yang dialami Saiful, membuat kita bertanya-tanya. Apakah seseorang yang mengalami cacat mental seperti itu bisa dilaporkan ke polisi? Sebab, kondisi seperti itu tidak mungkin bisa disalahkan. Gangguan jiwa bukan keinginan dari pihak itu sendiri. Melainkan dari jiwanya yang sudah terganggu entah karena apa.
Nah, sebelum menjelaskan ke masalah inti, kita ulas dulu jika di ilmu hukum terdapat yang namanya alasan pemaaf. Lalu, apa alasan pemaaf itu? Ya, dilansir dari laman hukumonline.com, alasan pemaaf merupakan sesuatu yang bisa menghapus kesalahan dari suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf ini lebih melihat ke sisi pelakunya. Contohnya seperti pelaku sedang mengalami cacat mental yang mengakibatkan dirinya tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.
Alasan pemaaf ini tercantum dalam Pasal 44 Ayat (1) KUHP yang berbunyi “Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.” Kemudian, sebagai pelengkapnya terdapat Pasal 44 Ayat (2) KUHP dengan isi “Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”
Jadi, berdasarkan ulasan yang sudah dijelaskan di atas, Karya Mustabin tidak berhak untuk dipenjara. Namun dengan catatan harus melakukan persidangan terlebih dahulu yang dihadiri oleh saksi. Kalau si pelaku benar-benar mengidap gangguan jiwa, maka hakimlah yang berhak memutuskan. Biasanya hakim akan berkonsultasi dulu kepada dokter jiwa terkait apa yang harus dilakukan. Pada umumnya, kalau terdakwa ditakutkan bisa mengancam nyawa orang lain, maka pelaku akan dibawah ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif lagi.
Tapi, bagaimana kalau orang dengan cacat mental tersebut mempunyai keluarga? Nah, ini berbeda lagi masalahnya Sahabat Boombastis. Kalau si pelaku mempunyai keluarga, maka korban berhak meminta ganti rugi kepada kerabatnya. Hal ini juga sudah dijelaskan di Pasal 1367 Ayat (1) KUHP yang berbunyi “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”
Dari ulasan di atas, kita bisa menyimpulkan kalau orang dengan gangguan mental tidak bisa dimasukkan ke penjara karena kondisinya. Namun, lain halnya jika ia mempunyai keluarga. Korban berhak untuk meminta tanggung jawab kepada keluarganya, baik berupa barang ataupun uang. Nah, jika orang dengan gangguan mental tersebut hanya mengganggu tanpa mengancam jiwa, maka lebih baik selesaiakan dengan cara kekeluargaan terlebih dahulu. Hindari mengambil langkah buru-buru seperti melaporkan ke polisi.