Bagi seorang atlet yang sudah siap berlaga di sebuah kejuaraan, rasanya apa yang dialami oleh Miftahul Jannah bukanlah hal yang mudah diterima hati. Apalagi jika melihat persiapannya yang sudah mencapai 10 bulan, diskualifikasi lantaran tidak mau lepas hijab tersebut bisa dibilang begitu menyakitkan. Namun, mau bagaimana lagi namanya juga peraturan seharusnya memang wajib untuk ditegakkan. Ya, meski harus ada pihak yang merasa dirugikan.
Setali tiga uang dengan apa yang dialami oleh pejudo putri tanah air ini, atlet olahraga ini asal Arab Saudi juga pernah merasakannya. Ketika itu Wojdan Shaherkani disuruh melepas hijab oleh wasit ketika akan berlaga di Olimpiade 2012. Kendati sempat gundah gulana lantaran aturan, namun pada akhirnya perempuan yang kini berusia 22 tahun ini bisa tetap bisa berlaga dan sekaligus menjalankan kepercayaan mengenai penutup kepala tersebut.
Mendengar hal tersebut mungkin akan bertanya-tanya dalam pikiran, kok bisa? Terus bagaimana? Nah, untuk menjawab rasa penasaranmu itu Boombastis akan berikan kisahnya. Yuk simak ulasannya berikut.
Penutup kepala ala atlet renang jadi cara Wojdan Shaherkani tetap tampil
Seperti yang telah diceritakan di awal tadi, tentu apa yang dialami oleh Miftahul Jannah memiliki kesamaan dengan Wojdan Shaherkani. Mereka harus rela ditolak bertanding judo lantaran penggunaan hijab. Tapi dari keduanya nasib lebih beruntung agaknya diterima oleh atlet asal Arab Saudi tersebut. Pasalnya, meski bertanding dirinya tetap bisa menjalankan syariat agama islam itu. Usut punya usut, wanita yang kala itu berusia 16 tahun ini memodifikasi jilbabnya dengan bentuk layaknya penutup kepala atlet renang. Jika dilihat sekilas benda itu juga mirip turban yang kerap digunakan artis-artis tanah air.
Penampilannya harus berakhir dengan kekalahan
Masih berbicara tentang Wojdan Shaherkani, apa yang dilakukannya itu merupakan hal yang luar biasa. Tapi, kisah manis itu harus berakhir dengan hasil yang suram. Dilansir laman Detik.com, Shaherkani yang tampil di babak 32 judo Olimpiade harus berakhir dengan kekalahan. Meski torehkan catatan kurang baik, namun ia rupanya bertekat untuk lebih baik ke depan. Seperti ungkapnya yang mengatakan, “Saya antusias dan bangga bisa mewakili negara saya. Sayangnya saya kalah, tapi saya akan melakukan lebih baik lagi di lain kesempatan,” Sebuah niat bangkit yang patut untuk ditirukan oleh sobat-sobat Boombastis yang kerap gagal bersinar.
Meski kalah, penampilannya mendapatkan apresiasi tinggi
Bagi sebagian orang kekalahan memang menyakitkan, namun jika melihat sikap Shaherkani setelah kalah di olimpiade sepertinya hal tersebut tidak terjadi kepadanya. Malahan setelah torehkan hasil ‘negatif’ ia mendapatkan apresiasi tinggi dari beberapa kalangan. Seperti ungkap Kamal Najm dari Presiden Federasi Judo Arab Saudi yang mengutarakan kebanggaan terhadap penampilan perempuan yang kini berusia 22 tahun tersebut. Selain itu, tampilnya Wojdan Shaherkani seperti mendobrak tradisi tentang atlet wanita Arab di ajang tersebut. Hal ini lantaran penampilannya menjadikannya sebagai perempuan pertama asal Negara Timur Tengah tersebut yang berlaga di olimpiade. Hebat bukan sobat? Kalau menurutku sih ya hebat.
Kisah Wojdan Shaherkani jadi bukti jika peraturan tersebut berlaku dimana saja
Apa yang dialami oleh dara satu ini seperti menjadi bukti kalau peraturan judo mengenai pemakaian penutup kepala berlaku di seluruh ajang olahraga internasional. Jadi untuk kalian beranggapan hal yang menimpa Miftahul Jannah adalah bentuk diskriminasi untuk orang muslim tentu adalah hal keliru. Jika menangkap pernyataan jubir federasi olahraga tersebut yakni Nicolas Messner yang mengungkapkan di judo ada gerakan saling mencengkram dan mencekik bisa jadi hijab bisa berbahaya, bisa dibilang apa yang terjadi pada atlet-atlet tersebut adalah bentuk proteksi keselamatan untuk atlet judo sendiri.
Apakah cara Wojdan Shaherkani dapat jadi solusi untuk pejudo hijabers
Setelah membaca beberapa ulasan tadi, mungkin kalian bertanya-tanya dalam pikiran, apakah cara Wojdan Shaherkani dapat jadi solusi untuk pejudo berhijab? Jawabannya pastinya tidak semudah membalikan tahu yang digoreng. Pasalnya, meski mendapatkan persetujuan untuk digunakan, jilbab modifikasi itu bisa ditafsir sebagai pelanggaran syariat islam lantaran tidak menutup semua bagian aurat wanita. Entahlah harus bagaimana, yang pasti pihak federasi harus membuat regulasi baru tentang hal ini. Agar mereka yang memaki hijab bisa tetap bertanding di olahraga ini. Kalau menurutmu bagaimana sobat olahraga yang budiman?
Melihat beberapa kisah tadi memang apa yang dilakukan Wojdan Shaherkani dengan memodifikasi hijab belum bisa menjadi solusi. Tapi, seenggaknya ada sedikit terang mengenai hal tersebut harus bagaimana. Terlepas dari kondisi ini, kita harus berikan apresiasi tinggi untuk para wanita yang berani mendobrak tradisi dengan mau bermandikan keringat menjadi seorang atlet dan tetap berpegang teguh dengan apa yang mereka percayai.