Cerita tentang kota yang hilang biasanya ditemukan dalam dunia fiksi, entah itu novel, cerita rakyat, atau bahkan film. Namun, kenyataannya hal tersebut bisa kita temukan dalam dunia nyata loh. Di Indonesia sendiri, kalian pasti pernah mendengar hilangnya Antantis, atau bahkan Saranjana yang hanya muncul dalam waktu-waktu tertentu.
Berbeda dengan Saranjana yang masih diragukan, kali ini Boombastis.com akan membahas kota yang dulunya memang pernah eksis, namun sekarang hilang bagai ditelan bumi. Adalah Wuna, kota yang berada di Sulawesi Tenggara. Berikut kisah lengkapnya!
Terletak di Pulau Muna
Pulau Muna –terletak di Sulteng adalah sebuah peradaban maju pada masanya. Sebelum Ibukota pindah ke Raha (sekarang). Di Pulau Muna ini terdapat sebuah kota kuno bernama Wuna. Karena peradaban Pulau Muna yang maju, Wuna juga menjadi pusat kerajaan dan jaya pada masanya. Wuna sendiri artinya bunga. Wuna berada di kawasan bukit di kecamatan Tongkuno, 30 Km dari Kota Raha. Anehnya, sekarang tempat tersebut tidak berpenghuni alias ditinggalkan oleh penduduknya.
Kota Wuna pada zaman dahulu
Sebagai pusat peradaban, Wuna bisa dideskripsikan sebagai kampung yang dibatasi dinding terbuat dari susunan batu karang, berbentuk benteng setengah lingkaran. Panjang dinding batu kota Wuna ini mencapai 8.073 meter (terluas di Indonesia, bahkan dunia). Ya, karena di dalam kota ini juga terdapat kediaman raja (Lakina Muna) beserta para perdana menteri dan pembantunya. Infrastruktur yang ada juga lengkap, mulai dari tempat ibadah, pasar, pengadilan, serta pekuburan umum. Namun, untuk masuk ke kota ini bukanlah mudah. Orang yang berasal dari luar kota hanya diperkenankan masuk apabila ada pasar serta mendapat panggilan dari raja.
Pusat pemerintahan kerajaan besar di Sulawesi
Kerajaan yang berkuasa adalah Kerajaan Muna. Kerajaan ini merupakan satu dari 4 kerajaan besar yang ada di Sulawesi ketika itu. Berdiri pada tahun 1371, kerajaan ini runtuh pada 1956. Pada abad ke 15, saat raja ke-8 (La Pontoi) berkuasa, Muna berada di puncak kejayaannya. Sosok raja inilah yang membangun benteng seluas 8.073 meter ini. Dindingnya berupa batu tinggi rata-rata 4 meter dengan ketebalan 3 meter. Benteng ini dibangun sebagai bentuk pertahanan dari serangan kerajaan sekitar ataupun kelompok bajak laut. Benteng ini belum banyak diketahui bahkan oleh masyarakat sekitar. Jika pun ia mereka percaya bahwa benteng sepanjang itu hanya mampu dibangun oleh Jin saja.
Runtuhnya kerajaan Muna dan kota yang ditinggalkan
Kejayaan kerajaan meredup semenjak raja La Pontoi diangkat menjadi Sultan Buton. Di era penguasa selanjutnya terjadilah perebutan kekuasaan yang membuat kondisi kerajaan semakin tidak aman. Dalam perkembangannya, Kota Wuna kemudian ditinggalkan penduduknya dan menjadi hutan belantara yang hilang dari ingatan publik. Namun, walaupun begitu masih ada beberapa sisa peradaban yang tersisa, seperti benteng, masjid (yang direnovasi ulang), situs batu harimau (tempat pelantikan raja), serta makam raja pertama –yang masuk Islam dan masih terus dirawat.
Sekarang, pemerintah berencana untuk membangun kembali Kota Wuna melalui project ‘the lost city’. Hal tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggandeng UNESCO. Rencananya wilayah tersebut akan dibangun rumah adat dan museum yang menyimpan berbagai sejarah tentang kerajaan tersebut di masa lampau.
Semoga project ini kelak bisa terealisasi dan berjalan dengan baik sampai akhir. Ya, kota Wuna yang hilang adalah satu dari banyak aset peradaban Indonesia yang harus tetap dilestarikan. Bagaimanapun, Kerajaan Muna yang menguasai wilayah tersebut adalah peradaban terbesar di Sulawesi Tenggara.