Riuh atlet Indonesia yang berhasil menyabet 14 medali emas di cabang olahraga silat, ternyata mengundang nyinyiran dari tetangga sebelah, Malaysia. Pihak negeri Jiran itu menuduh Indonesia bersikap tidak fair dalam penjurian. Alhasil, pesilat mereka Mohd Al Jufferi Jamari terpaksa meninggalkan pertandingan dan mencak-mencak di ruang ganti.
Seolah lupa dengan aib sendiri, Malaysia ternyata juga pernah melakukan serangkaian kecurangan saat bersua dengan Indonesia. Mulai dari pertandingan berlangsung, kepemimpinan wasit yang tidak fair, merusak peralatan atlet, hingga menuduh Indonesia berbuat curang dalam menjalani perlombaan. Mungkin, 5 dosa Malaysia di bawah ini merupakan penyebab mereka tak banyak mendulang emas di ajang Asian Games 2018.
Atlet silat mencak-mencak merusak fasilitas
Tak terima kalah dari pesilat Indonesia, Mohd Al Jufferi Jamari yang mewakili Malaysia di gelaran Asian Games 2018, mencak-mencak dan merusak fasilitas di ruang warming-up atlet. Dilansir dari tirto.id, Jufferi yang masih merasa emosi dan tak puas dengan hasil pertandingan, berteriak-teriak memaki juri sembari memekikkan kalimat syahadat dan takbir.
Sebelumnya, atlet 26 ini menyatakan dirinya walk out di tengah-tengah pertandingan yang menyisakan satu menit. Sikapnya itu juga didukung oleh Datuk Menggat Zulkarnain, Ketua Federasi Silat Malaysia. Praktis, Indonesia pun dinyatakan sebagai juara dan berhak atas medali emas
Tuduhan Indonesia berbuat curang
Buntut dari aksi walk out (WO) dan perusakan fasilitas yang dilakukan atlet silat Malaysia, Mohd Al Jufferi Jamari, Ketua Asosiasi Silat Malaysia (PESAKA) Zulkarnain Omardin akhirnya buka suara. Ia mengatakan bahwa pihaknya merasa dirampok dari perebutan medali emas di cabang olahraga silat kelas E putra 65-70kg. Tentu saja, tuduhan tak berdasar ini bisa mencederai sportivitas dan hubungan antar kedua negara.
“Perampokan emas di siang hari. Apa yang saya takutkan akhirnya terjadi setelah ketidakadilan dari juri Korea Selatan dan Laos. Jadi saya meminta Al Jufferi meninggalkan arena,” ujar Zulkarnain yang dilansir dari cnnindonesia.com.
Indonesia juga sempat dicurangi saat pertandingan silat
Ajang SEA Games 2017 Kuala Lumpur, merupakan hal yang tak terlupakan bagi atlet silat Hendy dan Yolla Primadona Jumpil. Keduanya harus puas meraih medali perak setelah kalah skor dengan perwakilan Malaysia, Mohd Taqiyuddin bin Hamid dan Rosli bin Mohd Sharif. Aroma kecurangan pun menyeruak, kala juri dinilai memberikan nilai yang tidak wajar. Hal ini pun mengundang kekesalan manajer tim Pencak Indonesia, Silat Edhy Prabowo.
“Nggak pernah ada nilai 582 dalam sejarah. Jangankan 582, 570 aja susah. Tapi ya ini hasilnya, kita nggak boleh patah semangat. Masih ada 19 nomor, apa yang terjadi tidak boleh jadi penyesalan. Kita patut sedih, kecewa dengan hasil ini, tapi masih ada 19 nomor lagi,” ungkap Edhy yang dilansir dari sport.detik.com.
Mencurangi sepak takraw
Kecurangan Malaysia yang paling kentara adalah, pada saat pertandingan sepak takraw dengan Indonesia di ajang Sea Games 2017. Saat itu, Indonesia tengah unggul jauh atas Negeri Jiran 16-10 di set kedua. Di sinilah letak kejanggalan itu dimulai.
Wasit Muhammad Radi asal Singapura, beberapa kali menganulir servis atlet Indonesia dengan alasan kaki mereka terangkat. Padahal, skuad merah putih telah melakukan prosedur yang benar. Karena banyak dicurangi, tim Indonesia pun akhirnya memutuskan untuk walk out dari pertandingan.
Wasit Malaysia kerjai Timnas Indonesia
Saat berlaga di lapangan hijau, Indonesia yang kala itu berlaga melawan Timor Leste, dipimpin oleh wasit asal Malaysia, Nagor Amir bin Noor Mohamed. Sayang, sang pengadil dinilai tidak fair. Beberapa tekel keras menjurus kasar yang diperagakan pemain Timor Leste, seolah luput dari pandangannya.
Puncaknya terjadi pada saat Evan Dimas ditendang dan memicu keributan yang melibatkan seluruh pemain. Bukannya membela, wasit malah menghadiahi kartu kuning pada Evan Dimas yang membuatnya tak bisa tampil saat menghadapi Vietnam. Padahal, jelas pemain berusia 23 tahun itu adalah korban pelanggaran sesungguhnya.
Ironis memang. Mengaku-ngaku saudara serumpun, tapi perlakuannya jauh bertolak belakang. Sebuah pertandingan olahraga yang digadang-gadang bisa merekatkan hubungan kedua negara, nyatanya kembali ternoda oleh hal-hal yang tak patut dilakukan. Semoga saja, permasalahan di atas tak sampai membuat hubungan Indonesia dan Malaysia memanas kembali seperti di era Soekarno silam.