Hidayah terkadang dapat datang kepada siapa saja dan secara tiba-tiba. Terlebih pada seseorang yang belum mengenal agama Islam sebelumnya. Tak jarang, sebuah perubahan besar selalu terjadi, seiring dengan datangnya cahaya hidayah tersebut. Hal inilah yang dulu pernah dialami oleh sosok yang bernama Muhammad Syafii Antonio.
Sebelum mengenal islam, sosok pria bernama Tionghoa Nio Gwan Chung ini, merupakan anak dari seorang Pendeta Konghucu yang besar di tengah-tengah tradisi dan budaya Tionghoa. Keluarga besarnya sangat fleksibel kepada anak-anaknya untuk memilih agamanya sendiri-sendiri.
Syafii Antonio pun akhirnya memilih Kristen Protestan sebagai agama dan mengubah namanya menjadi Pilot Sagaran Antonio. Yang unik, sang ayah sangat memperbolehkan dirinya menjadi seorang nasrani asal bukan islam. Namun, Antonio muda saat itu telah akrab dengan lingkungan muslim. Ia bahkan secara tidak sadar sering meniru gerakan shalat dan memperhatikan ibadah umat Islam. Dari sinilah hidayah perlahan mengubah jalan hidupnya.
Tepat di usianya yang ke-17 tahun, Pilot Sagaran Antonio mengikrarkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang muslim. Dilansir dari tirto.id, ia dibimbing oleh K.H. Abdullah bin Nuh al-Ghazali dan mengganti namanya menjadi Syafii Antonio. Untuk memperdalam ilmu agama barunya, pria kelahiran 12 Mei 1967 itu memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Pesantren An-Nidzom, Sukabumi, di bawah pimpinan K.H. Abdullah Muchtar.
Ia juga pernah mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan IKIP, lalu pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Garis takdir membawa Syafii Antonio untuk belajar hingga Yordania untuk mengambil gelar S1 di University of Jordan pada 1990, jurusan ekonomi syariah. Tak lama, ia melanjutkan gelar masternya di International Islamic University, Malaysia pada 1992, program Master of Economic jurusan Banking and Finance.
Untuk Gelar Doktornya di bidang ing & Micro Finance, ia dapatkan dari University of Melbourne pada 2004.
Begitu luasnya ilmu dan pendidikan seorang Syafii Antonio, membuatnya sangat perhatian terhadap perekonomian Indonesia. Sesuai dengan ajaran Islam yang dianutnya, Syafii Antonio mulai terarik mempelajari ekonomi syariah seusai peristiwa krisis moneter yang menghantam Indonesia pada 1998 silam. Ada banyak bank yang tutup pada saat itu.
“Tidak ada nilai-nilai Ilahiah yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan lain,” kata Syafii Antonio seperti dikutip dari tirto.id.
Nilai ilahiah yang ia maksud adalah, tidak adanya kesadaran beragama yang baik dalam sistem ekonomi yang dijalankan di Indonesia. Secara tidak langsung, hal tersebut mengarah pada praktik ribawi yang ironisnya berkembang subur di negara ini. Ia berpendapat bahwa bunga bank merupakan sumber bahaya dan kejahatan yang menghancurkan masyarakat melalui pengaruhnya terhadap karakter manusia.
Karena itulah, bank syariah menjadi solusi yang efektif untuk membangun kembali pondasi perekonomian di Indonesia. Seorang Syafii Antonio pun meyakini bahwa kekuatan bank syariah sebenarnya terletak pada dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia.
“Dengan diterapkannya sistem perbankan syariah berdampingan dengan perbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas terutama di segmen masyarakat yang selama ini belum tersentuh sistem perbankan konvensional,” tulis Syafii Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (2001:226).
Naik turunnya perekonomian di Indonesia, sedikit banyak memang dipengaruhi oleh praktik ribawi yang ironisnya banyak dilakukan oleh rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Mudah-mudahan, pemikiran Syafii Antonio di atas bisa menjadi pendorong bagi pemerintah, agar merubah sistem ekonominya secara perlahan menjadi lebih baik lagi. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?