Pemimpin adalah mereka yang dipercaya rakyat sebagai penyalur aspirasi agar kehidupan mereka semakin baik dan makmur. Tapi, banyaknya kasus korupsi yang melanda para pejabat negara membuat masyarakat geram dan kesal. Janji yang dibuat ketika kampanye untuk memakmurkan rakyat hanya tinggal ucapan manis belaka. Toh, tak terbukti pada akhirnya.
Dalam pemilihan bahkan, banyak orang yang memilih golput, mencoblos semuanya, hingga tragedi kemenangan kotak kosong yang terjadi di Makassar ketika pemilu kemarin 927/06). Tindakan tersebut mungkin salah satu bentuk kekecewaan masyarakat terhadap para pemimpin yang kerapkali merugikan. Nah, sekarang KPU mengeluarkan larangan nyaleg bagi siapapun yang pernah terjerat korupsi, akankah hal ini menjadi pilihan tepat?
Eks koruptor dan mantan terpidana kejahatan dilarang nyaleg
Pilkada serentak yang digelar di beberapa provinsi kemarin rasanya masih hangat, ditambah lagi peraturan baru KPU juga menambah panas suasana. Akhir Juni lalu, KPU (Komisi Pemilihan Umum) menetapkan beberapa peraturan untuk menyambut pendaftaran calon anggota legislatif dibuka mulai 4 Juli besok. Aturan ini dimuat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Memiliki 7 Bab dan 45 Pasal, hal inilah yang dibicarakan oleh banyak pihak karena isinya. Salah satu yang tercantum adalah larangan menjadi caleg untuk siapapun yang pernah menjadi koruptor, terpidana karena narkoba, serta terlibat kasus seksual terhadap anak.
Disebut bertentangan dengan Undang-undang
Sayangnya, aturan ini masih menuai pro dan kontra dari beberapa tokoh politik Indonesia. Hal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam UU Pemilu tersebut tidak ada ketentuan sama sekali yang melarang mereka yang pernah masuk penjara, tersandung kasus korupsi, serta kasus lain untuk menjadicalon legislatif.
Karena masih belum jelas, publik masih menunggu keputusan dari Mahkamah Agung dalam uji materi, apakah aturan KPU layak diterapkan atau tidak. Kalau Sahabat Boombastis semua setuju tidak?
Solusi dari komisi II DPR terkait hal ini
Karena masih menuai pro-kontra tanpa ada titik temu, Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria memberikan dua solusi atas masalah ini. Solusi pertama adalah KPU mengadakan roadshow mengimbau parpol-parpol untuk tidak mencalonkan calon yang bermasalah. Dengan begitu KPU tidak menentang UU Pemilu yang telah ada sebelumnya.
Opsi kedua, mengumumkan bahwa caleg tersebut adalah mantan narapidana (eks napi korup, eks napi narkoba, dll). Hal ini dimaksudkan untuk memberi referensi kepada masyarakat untuk memilih. Dengan solusi tersebut, tujuan KPU jelas sudah tersampaikan.
Dari penjelasan di atas, KPU punya niat mulia, bagaimana memberikan pemimpin terbaik untuk negara, yang tidak akan berkhianat kedua kalinya mencuri uang rakyat. Mereka dituntut memiliki integritas dan kompetensi, bukan hanya sekedar punya partai pendukung lalu bisa maju sebagai pemimpin.