Nasib etnis Rohingya tentunya menjadi perhatian dunia termasuk Indonesia. Bagaimana tidak, pasalnya hingga saat ini pengungsi dari Myanmar ini masih belum mendapatkan masa depan yang jelas. Tanpa adanya kewarganegaraan mereka harus berpindah dari satu negara ke tempat lainnya hanya untuk mencari suaka.
Namun ternyata beberapa etnis di Indonesia juga ada yang mengalami nasib yang sama. Bagaimana tidak, pasalnya meski sudah hidup di tanah air namun belum ada kejelasan masalah kewarganegaraan. Lalu etnis mana saja sih yang bernasib seperti itu? Simak ulasan berikut.
Berjaya di lautan, suku Banjau tak pernah punya kewarganegaraan
Kita mungkin sudah sangat hafal dengan kemampuan dari suku gypsi khas Indonesia ini, ya kemampuan berenang dan melaut mereka yang tidak diragukan. Namun siapa sangka kalau suku yang satu ini masih banyak yang tidak memiliki kewarganegaraan loh. Bukan karena apa, memang suku Banjau terkenal hidup secara nomaden di perairan Asia Tenggara.
Tidak hanya di Indonesia, namun di Malaysia dan beberapa negara lain pun suku yang satu ini masih sering ditemui. Jadi bukan hal yang aneh kan kalau mereka masih belum dapat pengakuan salah satu negara karena memang memilih hidup berpindah-pindah. Namun demikian ketika suku Bajau datang, baik warga Indonesia maupun Malaysia sama-sama menghormatinya.
Suku Sangihe Talaud yang hidup antara dua negara
Jarang didengar namun ada keturunan Indonesia di pulau-pulau kecil antaran Indonesia dan Filipina. Keberadaan suku Sangihe Talaud ini sejatinya bikin kedua negara agak bingung, pasalnya meskipun dari Indonesia namun mereka tinggal di daerah Filipina.
Sedangkan pemerintah Indonesia sendiri sedang melakukan proses pendataan dan berbagai upaya untuk mencari solusi untuk permasalahan ini. Beruntungnya, pemerintah Filipina pun mau menampung mereka, bahkan siap jika memberikan kewarganegaraan asalkan memenuhi syarat yang berlaku. Berbeda dengan kasus yang terjadi pada etnis Rohingya, kedua negara sama-sama peduli nasib Sangihe Talaud.
Mereka yang hidup diperbatasan Papua dengan kewarganegaraan rancu
Beberapa penduduk di kabupaten Boven Digoel sempat mengalami kebingungan masalah kewarganegaraan. Ya, pasalnya keadaan tempat tinggal mereka yang sangat dekat dengan perbatasan Papua Nugini kadang membuat rancu. Bagaimana tidak, pasalnya banyak orang di daerah perbatasan itu mengaku sebagai seorang WNI namun tidak memiliki KTP atau dokumen penunjang untuk membuktikannya.
Namun ada pula yang mengaku sebagai warga negara sebelah, akan tetapi tak sadar selama bertahun-tahun hidup di kawasan milik Indonesia. Akhirnya pos militer terdekat pun melakukan pendataan ulang pada warga di sana. Pun demikian dengan Papua Nugini yang juga siap menampung kembali jika memang ada warganya yang kesasar ke kawasan Indonesia.
Bukan lagi stateless, warga perbatasan ini punya dua kewarganegaraan
Lain lagi dengan warga Kaltara dan Nunukan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, pasalnya di sana kericuhan mengenai status kewarganegaraan agak berbeda. Alih-alih tak diakui negara, yang ada malah mereka punya dua kewarganegaraan baik Indonesia atau Malaysia.
Kejadian ini ternyata sudah terjadi sejak lama, disebabkan beberapa alasan. Interaksi langsung dengan tapal batas negara membuat sering terjadi kerancuan dalam pendataan. Selain itu, banyak warga yang ingin mengajukan diri punya dua kewarganegaraan pasalnya mereka dapat kerja atau potongan biaya di negara tersebut. Jadi bukan hal yang aneh kalau ada warga punya KTP namun juga tanda penduduk Malaysia.
Bukannya pemerintah tidak peduli akan hal ini, namun memang banyak kendala yang harus diselesaikan. Misalnya suku Bajau yang memilih untuk nomaden dan menolak menetap. Namun demikian, lantaran masih anggota Indonesia kita mesti tetap menghormatinya.