Tak hanya kaya dengan budaya dan kandungan alam, Indonesia juga merupakan gudangnya para pakar dan jenius dunia di berbagai bidang. Sebut saja BJ Habibie yang terkenal dengan teori Habibie Method-nya. Atau Dr. Terawan yang hasil karyanya digunakan di Jerman dengan nama Terawan Theory. Semuanya merupakan putra bangsa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata orang biasa.
Namun sayang, Indonesia sepertinya belum siap untuk menggunakan talenta berbakat tersebut. Selain tipe orang Idonesia sendiri yang terbukti kurang menghargai keberadaan mereka, tak jarang beragam keputusan dan kebijakan bernuansa politik menjadi biang keladi. Mereka pun merasa tak betah di negeri sendiri dan memilih negara lain untuk mewujudkan mimpinya. Seperti apa kondisi di Indonesia yang membuat mereka hengkang ke tanah seberang? Simak ulasan berikut.
Tidak dihargai, itu sudah pasti
Miris memang. Ada banyak ilmuwan Indonesia yang memilih berkarir di luar negeri dengan alasan kemampuannya tak dihargai di negeri sendiri. Selain lemahnya perhatian pemerintah terhadap keberadaan mereka, Indonesia juga tak banyak memiliki lembaga yang mau mengurus dan membiayai penelitian maupun riset dari Ilmuwan tersebut. Pada akhirnya, para pakar jenius itupun memilih hengkang ke luar negeri yang menurut mereka dapat mengakomodasi kebutuhan dan serta menghargai pemikirannya. Sayang banget ya Saboom.
Dana riset di Indonesia yang kurang memadai
Jika dilihat dari kekayaan alam Indonesia yang melimpah, seharusnya pemerintah dapat mengalokasikan dana yang ada untuk kebutuhan riset bagi para Ilmuwan. Ironisnya, hal itu hanyalah sebuah mimpi belaka tanpa yang jauh dari kata pasti. Karena negara dianggap tak sanggup menampung ide brilian mereka, para jenius tersebut akhirnya memilih melakukan penelitian di luar negeri yang justru bisa mengapresiasi karya mereka. Hasilnya, negara itulah yang akan merasakan sebuah karya teknologi buatan anak negeri.
Kebutuhan tenaga ahli dalam bidang sains masih terbatas
Sebagai negara berkembang, Indonesia tentunya memerlukan tenaga ahli dan jenius di bidangnya demi kemajuan bangsa. Sayangnya, hal yang demikian nampaknya belum laku di Tanah Air. Alhasil, Indonesia tertinggal jauh dalam bidang iptek, sains maupun riset-riset penting dai negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Ironis ya Saboom. Yang lebih menyakitkan, negeri jiran tersebut malah sering memberikan tawaran beasiswa gratis pada kaum jenius Indonesia agar mau melanjutkan pendidikan di negaranya. Mereka yang mendidik, mereka pula yang menikmati hasilnya. Indonesia darurat orang pintar nih Saboom!
Alasan ekonomi yang lebih mapan
Siapapun orangnya dan apapun jabatan yang disandang, kebutuhan ekonomi menjadi alasan utama untuk memilih-milih pekerjaan. Sebagai sosok jenius, para Ilmuwan tersebut pasti akan memilih yang terbaik untuk dirinya. Faktor finansial dan keluarga di samping penelitian yang dilakukan, juga menjadi prioritas yang sangat penting bagi mereka. Ketika tak mendapatkan hal semacam itu di Indonesia, negara asing akhirnya menjadi tujuan utama untuk berlabuh. Salah satunya adalah ilmuwan Nelson Tansu yang hingga saat ini masih berkarir di Amerika Serikat.
Kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan
Seperti kasus Dr. Terawan yang dipermasalahkan karena metode cuci otak miliknya, Pemerintah Indonesia tampaknya harus belajar untuk mengatur kembali kebijakan-kebijakan mereka. Salah-salah, Nusantara bisa kehilangan talenta emasnya karena dibajak oleh negara lain. Karena peraturan yang dinilai tak memihak dan cenderung membatasi, dikhawatirkan para jenius tersebut melirik atau dilirik pihak asing yang membutuhkan tenaga mereka. Seperti BJ Habibie yang memilih Jerman sebagai rumah keduanya, jangan sampai potensial di Indonesia berfikir sama dan memilih luar negeri sebagai tempat yang nyaman untuk berkarir.
Andaikan hal di atas bisa diatasi dengan cepat oleh pemerintah, tentu Indonesia saat ini telah memiliki teknologi dan kemjuan yang pesat. Mudah-mudahan para jenius tanah air itu bisa segera pulang dan membangun Indonesia agar sejajar dengan negara-negara maju lainnya.