Sudah menjadi hal yang umum bila orang tua yang kaya raya akan memberikan fasilitas dan hartanya kepada anak-anaknya. Tidak hanya dimanjakan dengan beragam kemewahan, anak-anak tersebut bahkan telah dijamin kehidupannya di masa yang akan datang. Dengan warisan harta serta koneksi dari orang tua, tentu mereka bisa dengan mudah mendulang uang tanpa harus bersusah payah.
Namun hal tersebut nampaknya tak berlaku di kehidupan Hitarth Dolakia yang berasal dari India. Meski dirinya seorang putra pengusaha berlian terkaya, sang ayah justru menyuruh anaknya agar “pergi menjauh” dari kehidupan mewah keluarganya. Alhasil, Hitarth Dholakia harus merasakan hidup nestapa sebagai orang miskin. Kisah “petualangan” dirinya sebagai kaum pinggiran pun sangat menarik untuk ditelusuri.
Datang dari keluarga pengusaha berlian yang kaya raya
Jika dilihat dari sosok Hitart saat “menjadi” menjadi orang miskin, banyak orang yang tidak akan menduga bahwa dia berasal dari keluarga yang berkecukupan materi. Sang ayah, Savji Dholakia yang berprofesi sebagai pengusaha berlian ternama di India, memiliki kekayaan hingga $935 juta atau setara Rp 12,4 Triliun.
Kucuran dana yang melimpah dari orang tuanya, memungkinkan Hitarth untuk mendapatkan akses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tercatat, Pria berusia 23 tahun tersebut merupakan salah satu mahasiswa lulusan sebuah universitas kenamaan di Kota New York, Amerika Serikat. Bahkan dirinya mempunyai lisensi terbang sebagai pilot yang memegang sertifikat GIA Diamond Grading.
Dijauhkan dari keluarga dan dipaksa hidup miskin
Ketika kembali pada keluarganya di India, angan-angan Hitarth untuk hidup bersama sambil menikmati kemewahan orang tuanya, pupus sudah. Berkebalikan dari kemauan dirinya, sang ayah justru memaksanya agar merasakan “hidup” mandiri dan tinggal di pedalaman India, jauh dari anggota keluargnya.
Berbekal uang sebesar 500 rupee atau sekitar Rp 100 ribu, dengan hati yang berat dirinya berusaha menjalankan “titah” sang ayah tersebut. Hingga pada suatu ketika, dirinya pun pergi ke sebuah desa yang jauh di pedalaman India yang bernama Hyderabad. Tanpa bekal memadai, tempat tinggal dan sanak saudara, petualangannya sebagai masyarakat “kelas bawah” pun dimulai.
Lakoni berbagai macam pekerjaan demi bertahan hidup
Dirinya yang tidak mengetahui bahasa, budaya dan kondisi di tempatnya berada saat itu, terpaksa harus “survive” dengan beragam cara. Salah satunya dengan segera mencari pekerjaan. Tinggal di negeri “antah berantah” yang jauh, dirinya mencoba bertahan dengan menjadi pegawai SPBU dengan upah 100 rupee. Ia juga pernah bekerja di sebagai petugas packing, menjadi salesman di Adidas, hingga bekerja di gerai cepat saji Mc Donald
Karena keterbatasan dana yang dimiliki, akhirnya memaksa Hitarth untuk “rela” tidur disebuah penginapan yang jauh dari apa yang dibayangkannya selama ini. Karena ia tak bisa menggunakan nama keluarga atau yang terkait dengan identitas aslinya, dirinya pun harus “ikhlas” berbagi tempat tidur dengan 17 orang lainnya. Penginapan tersebut ia sewa seharga 89,85 rupee atau sekitar Rp 18.725.
Saudaranya juga pernah “Bernasib” sama dengan dirinya
Tak hanya dirinya, semua anggota di dalam keluarganya, juga mengalami “hal” yang serupa. Salah satu saudaranya yang bernama Tulsi Bhai Dholakia, juga sempat merasakan “pahitnya” hidup sebagai orang miskin. Setelah lulus dari sekolah bisnis, dirinya langsung dikirim ke sebuah daerah bernama Koci. Pria 31 tahun tersebut, banyak belajar tentang arti hidup yang sebenarnya selama berada di “pengasingan”.
Usut punya usut, hal tersebut ternyata sudah menjadi “tradisi” di dalam keluarga besar Hitarth Dholakia . Sang ayah, Shavji Dholakia, menyuruh seluruh anaknya agar belajar dari arti kehidupan yang dilalui dan nilai sebuah uang. Alih-alih memanjakan anaknya, dirinya malah “mengutus” mereka untuk ikut merasakan kerasnya perjuangan hidup sebagai orang miskin.
Dari kisah ini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa tidak selamanya kekayaan dan kelimpahan materi itu selalu menyertai perputaran hidup seseorang. Perjuangan seorang anak miliarder ini bisa dijadikan sebuah contoh nyata. Dengan menghargai arti sebuah kehidupan dan nilai dari sebuah kekayaan dengan kerja dan berusaha, lebih berguna daripada kita mendapatkannya tanpa disertai usaha yang tekun.