Menjadi wanita yang hidup di dunia ini menjadi hal yang gampang-gampang susah. Seperti bagaimana Jawa melihat mereka. Wanita adalah sebuah akronim dari wani ing tata, atau berani ditata, alias harus siap menjalani perintah apapun dari pemimpin keluarga, ayah atau sang suami.
Keyakinan tersebut agaknya banyak disalahgunakan di berbagai belahan dunia. Contohnya saja di negara yang tengah dirundung konflik. Banyak wanita yang tidak mendapatkan haknya, bahkan untuk buang air kecil saja mereka kesusahan. Betapa mirisnya! Ulasan berikut akan mengungkap bagaimana kondisi para wanita yang hidup di ranah konflik.
Memilih Sering Hamil Agar Tidak Diperkosa
Sudah dari beratus-ratus tahun yang lalu pelecehan terhadap perempuan terjadi. Namun, memilih bungkam seakan sudah biasa dengan hal tersebut juga merupakan sebuah kesalahan. Hal tersebut bisa berdampak fatal seperti yang dialami banyak wanita etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.
Mimpi buruk bagi para wanita di sana ketika suaminya ditembaki dan terbunuh. Bukan karena kehilangan belahan jiwa, namun mereka akan menjadi sasaran seks tentara Myanmar serta kelompok ekstremis Buddha, Mogh, seperti yang diwaratakan koran Jawa Pos. Menghindari pemerkosaan brutal dari oknum tersebut, para wanita di sana lebih memilih berkali-kali hamil karena para pemerkosa menginginkan mereka yang lajang. Namun, bukan hal baik juga, karena berkali-kali hamil bisa menyebabkan dampak yang buruk bagi organ tubuh tertentu.
Lolos karena Dada Rata, Bukan Berarti Aman
Berbeda dengan Myanmar, di Irak, sebagai sarang kelompok radikal ISIS, para wanitanya juga sangat terancam dan menderita. Setiap tiga bulan sekali, para perempuan yang bahkan di bawah umur pun akan digerayangi dadanya. Mereka yang memiliki dada rata akan dipisahkan, sedangkan mereka yang tidak akan langsung dibawa ke suatu tempat dan diperkosa.
Namun, mereka yang berdada rata juga belum bisa bernafas lega. Sebab, inspeksi dada setiap tiga bulan tersebut dilakukan secara rutin. Jika dalam pemeriksaan berikutnya payudara para perempuan tersebut sudah tumbuh maka tamatlah riwayatnya. Seorang gadis yang enggan disebutkan namanya pernah sekali mencoba kabur, tapi hukuman yang diterimanya bahkan lebih buruk daripada perseteruan Kim Jong Un dan Donald Trump, ia diperkosa oleh 6 orang laki-laki sekaligus.
Menjadi Budak Seks: Diperkosa Bergilir
Masih bertempat di Iraq, hukuman seorang gadis yang kabur dengan berani itu rupayanya tak hanya sampai di situ. Ia mengungkapkan kepada dailymail.co.uk, bahwa menjadi budak seks itu bukan hanya sekedar diperkosa, tapi juga diperdagangkan kepada sesama rekan dan rela ‘digunakan’ secara bergantian.
Hal tersebut memang dibenarkan oleh salah satu militan ISIS, bahwa menjadi budak seks itu seperti benda. Membeli, menjual, atau memberikan mereka pada orang lain sebagai hadiah itu sah-sah saja. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa berhubungan seks dengan wanita di bawah umur pun tidak apa-apa asal fisiknya sehat.
Ditiduri atau Menjalankan Misi
Kali ini kisah datang dari seorang gadis berumur 15 tahun di Nigeria. Kala itu ia sedang kabur dari carut-marut negaranya, sampai pada suatu ketika dirinya dihadapkan dengan ayah dan adiknya yang ditembak mati serta dipasangi bom di seluruh tubuhnya oleh para militan Boko Haram. Melihat hal tersebut gadis itu tentu saja gemetar, bukan hanya karena ia melihat langsung keluarganya dibunuh, tapi juga karena ia akan mengalami hal yang sama tak lama lagi.
Ketika tiba masanya, ia pun ditanya “kamu memilih untuk kami tiduri atau menjalankan misi dari kami?” Meski ia tak tahu apakah keputusannya benar, dirinya tetap memilih untuk menjalankan misi yang berarti menjadi pelaku bom bunuh diri. Untungnya, ketika hari itu tiba, ia dengan berani merengek pada tentara Nigeria agar melepas serangkaian bom yang menempel pada tubuhnya, karena ia tidak bermaksud untuk membuat banyak orang mati.
Bantuan Kontestan Miss Peru
Kontes kecantikan di dunia memang selalu menyoroti isu-isu sosial yang sedang terjadi. Begitu pun Romina Lozano, seorang kontestan dalam ajang kecantikan negara bagian di Amerika Selatan, yaitu Peru. Ketika diutus memperkenalkan diri serta menyebutkan ukuran dada dan pingganya, ia malah mengungkapkan angka 3.114!
Patut diapresiasi keberanian kontestan satu ini, ia bukannya menyebutkan ukuran dada dan pinggangnya, namun jumlah wanita yang menjadi korban penyelundupan. Dari situ, ia meminta bantuan dari pihak internasional untuk segera memberi perhatian terhadap para perempuan yang hidup di tengah gaharnya konflik. Ia berpikir mungkin ada jalan keluar atas idenya yang bisa dibilang cukup gila itu.
Memang berat menjadi perempuan yang tersudut di segala situasi. Melihat kondisi mereka saja, kita yang beruntung tidak hidup di ranah konflik akan serta merta merasakan penderitaannya, apalagi mereka. Namun, tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau bersatu dan memberi perhatian terhadap isu-isu sosial tersebut. Jika akan ada lebih banyak lagi orang bergabung, bersuara dan mencari solusi untuk mereka, mengapa tidak?