Rupanya sejak masa kepemimpinan Presiden Jokowi, eksekusi mati pada para narapidana jumlahnya naik ketimbang yang dulu. Itu bukan hal yang aneh mengingat pelanggaran yang dilakukan oleh para narapidana juga masuk daftar kejahatan berat. Ya, kebanyakan adalah pengedar narkoba dan pelaku pembunuhan berantai dengan jumlah korban yang banyak.
Namun rupanya, muncul lagi hukuman mati untuk kasus baru di Indonesia. Ya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, pada 2017, ada 2 kasus kejahatan seksual pada anak yang pelakunya dituntut hukuman mati. Tidak dapat dipungkiri hal ini pastinya juga bakal berdampak pada masyarakat. Lalu apa saja yang terjadi jika memang hukuman mati dilakukan?
Desakan protes masalah HAM
Tidak bisa dipungkiri kalau hukuman mati memang menjadi pro dan kontra tersendiri di masyarakat. Ya, beberapa orang rupanya sangat tidak setuju dengan hal itu lantaran melanggar hak asasi manusia. Namanya hidup memang merupakan hak setiap manusia jadi tidak ada alasan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Bahkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat sekalipun, negara tidak punya wewenang mengambil nyawanya. Oleh sebab itu, banyak protes dari lembaga hak asasi dunia kepada beberapa negara yang menerapkan hukuman mati, terutama China dan Korea Utara. Namun demikian, berkali-kali pun protes dilakukan namun sama sekali tidak merubah kebijakan dari negara tersebut masalah hukuman mati.
Dukungan juga bakal muncul dari beberapa kalangan
Ya, seperti dijelaskan sebelumnya, selain protes pastinya juga bakal muncul dukungan dari beberapa pihak mengenai hukuman mati yang satu ini. Ya, terutama para orang tua yang anak-anaknya jadi korban dari para predator anak.
Jika dilihat mungkin seperti masalah personal, namun bila diteliti lebih dalam tujuannya agar orang tua lain yang belum jadi korban supaya tidak ikut merasakannya betapa berbahayanya predator anak. Ya, apalagi mengetahui kalau hukuman kebiri rupanya dirasa tidak terlalu efektif, meskipun hasrat biologis mereka diredam, namun kecenderungan mental untuk mendekati anak di bawah umur akan tetap ada, itulah bahayanya.
Masalah kesalahpahaman yang mungkin bakal terjadi
Jika memang hukuman mati bagi diterapkan untuk predator anak, maka tentu harus dilakukan sosialisasi secara merata kepada masyarakat. Ya, mulai indikasi perlakuan apa saja yang dianggap melanggar hukum itu, hingga masalah jika tersangka tidak punya bukti kuat atau salah sasaran.
Takutnya bakal muncul stigma di masyarakat kalau seseorang yang dituduh sebagai predator anak boleh dihakimi massa. Ya, padahal bukti belum kuat mengatakannya, alhasil terjadilah penghakiman massa yang salah sasaran seperti kasus-kasus yang lain. Apalagi mengingat masalah seperti ini sudah sangat sering terjadi di Indonesia. Sosialisasi yang jelas serta sikap tidak main hakim sendiri menjadi hal yang penting jika ingin hukuman mati efektif di Indonesia.
Tentu, jumlah predator anak akan turun drastis
Seperti yang diketahui, ketakutan memang cara efektif untuk menurunkan jumlah kriminalitas yang ada di suatu negara. Seperti halnya negara Arab yang aman dari pencurian karena hukum potong tangan. Ataupun China yang aman dari korupsi karena hukuman mati. Hal itu pasti juga akan terjadi pada Indonesia jika memang hukuman mati untuk predator anak benar-benar dilakukan.
Apalagi mengingat saat hukuman kebiri dilakukan, masih banyak komunitas-komunitas pedofilia yang ada di masyarakat, dan tentunya bergerak secara diam-diam. Kalau hukuman mati dilaksanakan untuk mereka ini, dijamin deh bakal tidak akan ada nyali untuk melakukannya.
Memang hukuman mati ini adalah salah satu cara yang efektif untuk membuat jera. Namun kita juga mesti ingat kalau sebuah kedamaian yang tercipta atas dasar ketakutan juga merupakan akar masalah, tentu ada langkah yang lebih etis. Tapi dikembalikan lagi, tergantung negara yang memutuskannya, pastinya semua langkah diambil dengan penuh pemikiran.