Budaya Minangkabau zaman dulu terkenal memiliki tradisi yang mengatur hampir keseluruhan kehidupan masyarakatnya. Tak terkecuali pada kehidupan pemudanya. Pemuda-pemuda Minang (rong mudo), memiliki tempat tersendiri dalam aktivitas sosial budaya. Sistem budaya yang ada membentuk sosok pemuda untuk tampil menjadi pelindung, pengaman, dan tulang punggung untuk memajukan kehidupan masyarakat.
Pemuda yang dibentuk untuk memajukan Minang ini disebut anak mudo parit nagari. Dengan didikan ketat tentang nilai-nilai oleh masyarakat Minang, tak heran jika hasilnya, pemuda Minang juga andil menjadi garda terdepan di masa kemerdekaan Indonesia. Lantas, seperti apa sistem kebudayaan Minang yang membentuk pemudanya menjadi pemimpin andalan? Berikut ini ulasannya.
Basurau
Sejak kecil, anak muda Minang khususnya laki-laki dibina dalam kehidupan basurau. Di surau atau mushola, pemuda dari yang berusia dini hingga remaja akhir dibina dengan pengetahuan Al-Quran, Hadis, ilmu muamalah, serta materi keislaman lainnya. Masa remaja anak Minang jaman dulu sudah pasti akan lebih banyak dihabiskan di surau. Apalagi jika laki-laki telah akil balik, maka lazimnya mereka tidur di surau atau masjid dan pulang hanya untuk makan dan berganti baju. Tentu hal ini dilakukan agar dalam menjalani hidup, mereka bisa menjadikan agama sebagai pedoman yang utama.
Bapantun
Bapantun adalah belajar tentang petatah-petitih adat Minangkabau. Kegiatan ini umumnya disebut diskusi oleh orang masa kini. Jadi pada pemuda diajarkan cara berkomunikasi di depan publik (public speaking). Tidak hanya itu, proses dialog dan menyampaikan pendapat dengan etika yang benar juga dipelajari. Dalam praktiknya, bapantun dilakukan dengan saling berbalas bicara, berkomentar tentang suatu topik yang sedang dibahas.
Silek Kampuang
Memperkuat diri secara fisik dan mental dianggap sangat penting bagi pemuda Minang. Karenanya, diberikan pula ilmu bela diri (sileak) dan ketangkasan lainnya. Latihan silat yang kental dengan latihan fisik yang berat diharapkan membentuk pribadi yang tidak gentar terhadap ancaman. Namun, keahlian fisik juga dibarengi beberapa ujian mental seperti kesabaran, kendali emosi, dan berani menghadapi rasa takut. Keseimbangan antara kemampuan fisik dan kematangan emosi akan membentuk pemuda yang tahan banting tapi juga berjiwa rendah hati.
Belajar Kesenian
Pemuda Minang jaman dulu juga didorong untuk belajar kesenian. Kegiatan yang berpusat di surau ini mempelajari beberapa kesenian di antaranya randai, ending luambek dan berbagai tradisi Adat Minangkabau lainnya. Tentu hal ini menjadi penting karena penerus dan pelestari adat istiadat Minangkabau adalah para pemudanya.
Merantau
Meski tradisi seperti basurau, bapantun, sileak, dan belajar kesenian sudah mulai jarang dilakukan pemuda Minang, sebaliknya tradisi merantau masih dijalani hingga kini. Pasalnya, tradisi merantau merupakan kewajiban bagi pemuda Minang yang belum menikah (bujangan). Jika ngotot tak mau merantau, maka laki-laki dewasa dianggap belum berguna.
Tradisi merantau ini konon disebabkan oleh sistem matrilineal yang ada di Minangkabau. Sistem ini membuat laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta atau warisan di kampung halamannya. Karenanya, untuk memperbaiki kehidupan ekonomi, memperoleh pendidikan yang baik, dan dianggap bisa mandiri, pemuda Minang akan merantau. Kebanyakan orang Minang yang merantau biasanya membuka usaha atau berdagang di tempat lain. Dan yang paling sering terlihat adalah bisnis makanan. Hampir di seluruh Indonesia akan mudah menemui masakan Padang khas Minangkabau.
Orang-Orang Penting yang Memiliki Darah Minangkabau
Peran budaya yang mengatur pemuda Minang di jaman dulu ternyata jelas melahirkan banyak generasi berpengaruh. Sederet tokoh di balik proklamasi kemerdekaan seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Agus Slim, Roestam Effendi, dan Abdoel Rivai adalah sedikit contoh pemuda Minang jaman dulu yang eksis menjadi garda terdepan tanah air.
Berbagai peran didikan khas masyarakat Minang zaman dulu terbukti melahirkan generasi-generasi emas Indonesia. Sayangnya, meski tak sepenuhnya hilang, budaya semacam ini mulai perlahan tumbang. Sebenarnya, jika dipraktekkan di masa kini, budaya-budaya tersebut masih tetap keren dan bermanfaat bukan? Bagaimana menurutmu?