Dari dulu hingga sampai sekarang, saat membicarakan soal kesatria, yang ada di kepala kita adalah seorang pahlawan pemberani, pembela kebenaran, dan penolong yang lemah. Tapi tunggu dulu, ternyata reputasi baik dan berbunga-bunga ini nggak sepenuhnya benar! Ya, kalau membaca realita yang ada, sosok pahlawan mungkin bisa dikatakan sebagai sosok yang kurang ajar dan sangat menyebalkan.
Ada banyak catatan yang menuliskan kalau kesatria ternyata orang-orang yang menyebalkan, alih-alih gagah seperti yang ada di film-film. Seumpama para kesatria ini hidup di zaman sekarang, maka mungkin ribuan hujatan bakal selalu dilontarkan kepada mereka.
Ini tentu agak kontrakdiksi dengan apa yang kita tahu, tapi serius, para kesatria itu adalah orang-orang yang menyebalkan. Tak percaya? Berikut beberapa alasannya.
1. Nggak Perlu Kerja Juga Sudah Kaya
Menjadi rakyat biasa di abad pertengahan itu susah, karena kamu harus berjuang agar bisa bertahan hidup. Tapi, seorang kesatria nggak perlu bersusah payah memeras keringat untuk bisa hidup enak. Pasalnya, hanya dengan bersumpah untuk selalu setia pada raja, mereka sudah akan mendapatkan tanah dan rumah yang luas untuk dirinya. Mereka juga akan mendapatkan pelayan atau budak untuk merawat lahan dan rumah yang dimilikinya.
Dengan imbalan yang begitu banyak dan membuat mereka kaya-raya, mereka bahkan nggak perlu kerja keras. Bahkan mereka hanya bekerja kurang dari 40 hari per tahun. Nah pekerjaan ini umumnya juga cukup sederhana karena hanya menemani raja yang ingin jalan-jalan atau berburu. Memang sih mereka kadang juga pergi perang, tapi juga sangat kecil kemungkinan mereka terbunuh. Alasannya ada di poin selanjutnya.
2. Perang pun Masih Dapat Perlakuan Istimewa dengan Kemungkinan Terbunuh yang Sangat Kecil
Saat peperangan, kesatria tidak boleh sampai dibunuh meskipun mereka bertempur untuk pihak lawan atau bahkan meski mereka sangat kejam. Pasukan biasa yang membunuh seorang kesatria malah bisa mendapatkan hukuman yang sangat berat. Hal ini karena kesatria yang tertangkap terkadang bisa ditebus kembali oleh rajanya. Jadi mereka tidak boleh sampai tewas atau terluka parah.
Nggak berhenti sampai di situ saja, kalau tertangkap pun mereka masih mendapatkan penjara yang nyaman dengan makanan dan minuman yang layak dan lezat sementara rundingan tentang tebusan sedang berlangsung. Tapi hal seperti nggak akan pernah dirasakan oleh pasukan biasa yang sering kali langsung dibunuh jika tertangkap. Kalaupun bertempur dengan sesama kesatria, mereka harus menunggu musuhnya sama-sama memegang pedang, baru bisa saling bertarung dengan terhormat. Tapi tentara biasa bisa langsung dibunuh oleh kesatria dan itu dianggap hal biasa.
3. Sifat Kesatria yang Sopan Hanya Berlaku Kalau Mereka Mau
Sikap kesatria yang sering diagung-agungkan selama ini sama sekali beda dengan yang terjadi dulu. Kebanyakan orang akan menganggap mereka sebagai sosok terhormat yang melindungi hak-hak orang lemah dan punya sikap keadilan yang tinggi. Tapi kenyataannya nggak seperti ini.
Mereka hanya bersifat baik di saat tertentu saja. Saat perang, mereka nggak akan ragu untuk menjarah, menyiksa, atau memperkosa. Mereka akan menjarah desa demi mendapatkan suplai dan seenaknya membunuhi binatang peliharaan para budak. Tindakan ini sangat banyak terjadi sampai-sampai banyak kesatria menganggap menjarah adalah hak mereka.
4. Hanya Orang Kaya yang Bisa Jadi Kesatria
Menjadi seorang kesatria adalah keistimewaan orang kaya. Memang orang miskin biasa juga bisa menjadi kesatria. Tapi itu hanya terjadi jika mereka melakukan sesuatu yang sangat luar biasa dalam peperangan atau menyelamatkan nyawa seorang raja.
Karena kebanyakan terlahir dari keluarga yang kaya raya, mereka bisa dengan mudah menghajar muka orang miskin, mengambil barang mereka, atau berlaku semaunya sendiri. Karena terlahir dari keluarga kaya dengan kehidupan yang nyaman sejak lahir dikelilingi oleh pembantu, budak dan bebas berbuat semaunya, maka bukan hal yang aneh pula kalau mereka hidup sebagai seorang yang menjengkelkan.
5. Suka Berkelahi dan Mengganggu Wanita
Salah satu peraturan yang harus diikuti oleh kesatria adalah harus selalu membela kehormatannya jika ditantang. Untuk memanfaatkan hal ini, pada abad ke-14 dan 15 mereka sering berkumpul dan ‘nongkrong’ bersama di tempat yang sering dilewati seperti jembatan atau sungai hanya untuk berkelahi dengan orang-orang yang lewat.
Bisa dibayangkan, orang-orang akan menghindari tempat-tempat seperti ini. Gara-garanya resiko diserang oleh para kesatria yang lagi bosan itu sangat tinggi. Bahkan kalau ada seorang pria yang lewat dengan istrinya, mereka juga tanpa segan menggoda wanita tersebut. Nah, pria yang istrinya digoda pasti diharapkan untuk berkelahi demi kehormatan istrinya.
Dengan keistimewaan dan perilaku yang buruk seperti itu, rasanya tidak heran kalau para kesatria justru menjadi sosok yang dibenci. Mungkin sekarang istilah ‘bersikap kesatria’ tidak lagi cocok digunakan mengingat kelakuan asli mereka sebegitu keterlaluannya.