Membicarakan tentang tragedi terburuk yang pernah menimpa Indonesia, kebanyakan orang pasti menyebut nama-nama peristiwa terkenal macam tragedi Sampit, G30S, atau pun Poso. Padahal, apa yang pernah terjadi tidak hanya itu. Ada beberapa tragedi yang juga tak kalah ngeri namun jarang sekali diingat. Salah satunya adalah tragedi Tanjung Priok.
Peristiwa ini mungkin menghasilkan korban yang tak semasiv Poso atau Sampit, tapi tragedi ini juga sama sekali tak kalah mengerikan. Kengerian yang terjadi di tahun 1984 itu bahkan digadang-gadang sebagai bukti buruknya pemerintahan kala itu yang dinilai semena-mena. Kasus ini juga tidak benar-benar sampai tuntas, tak seperti peristiwa lain.
Mari buka mata dengan mengulas lagi peristiwa ini. Bukan untuk menceritakan luka lama, tapi belajar agar kita juga tidak melupakan tragedi kemanusiaan yang juga patut untuk selalu diingat. Simak ulasan tentang tragedi Priok berikut.
1. Latar Belakang yang Simpang Siur
Tak ada asap kalau tidak ada api, pun dengan peristiwa satu ini. Sayangnya, tidak benar-benar ada latar belakang yang fix dan terpercaya tentang tragedi Priok. Namun, kalau dilihat dari banyaknya tulisan-tulisan yang ada, hampir semuanya mengacu kepada pemerintah. Maksudnya, pemerintah lah yang jadi awal dari persoalan ini.
Diceritakan, awal mulanya ada seorang tentara yang dengan seenaknya masuk ke dalam mushola bernama As Sa’dah tanpa melepas alas kakinya. Buruknya lagi, si tentara ini juga menyiramkan air-air comberan di beberapa bagian masjid terutama pamflet-pamflet yang berisi dakwah. Mengetahui ini, orang-orang setempat pun marah besar. Dan inilah cikal bakal konflik besar itu.
2. Akar Masalahnya Tentang RUU Asas Tunggal
Masyarakat sangat marah mengetahui kelakuan oknum aparat ini. Kemudian takmir setempat mengajak tentara tersebut untuk berdiskusi. Ternyata masalahnya adalah tentang RUU Asas Tunggal Pancasila. Entah apa yang terjadi, masyarakat Priok dianggap tak taat dengan ini. Makanya kemudian oknum tentara tersebut bertindak seperti itu.
Si takmir maklum, kemudian memohon untuk menyudahi masalah ini. Di luar, nampak ratusan orang sudah berjejal ingin menghajar si tentara tadi. Aksi ini berbuah pelik ketika tidak terjadi kesepakatan antara takmir dan juga si oknum tentara. Masyarakat yang makin emosi lalu berinisiatif membakar motor si tentara tadi. Konflik pun benar-benar dimulai.
3. Kengerian dan Kegilaan Pun Dimulai
Peristiwa pembakaran ini berbuntut kepada ditangkapnya beberapa orang Priok dan kemudian ditahan di penjara. Masyarakat pun tak terima, dan akhirnya mengumpulkan massa dan menuntut untuk pembebasan warga mereka. Dalam perjalanannya ke penjara yang dituju, masyarakat ternyata sudah ditunggu aparat dengan senjata lengkap.
Entah apa yang mengawalinya, sejurus kemudian terjadi bentrokan. Aparat diduga benar-benar menggunakan peluru untuk menghalau masyarakat. Buktinya ada sekitar 24 orang tewas tertembak dalam peristiwa ini. Konflik tak seimbang ini makin parah dengan dugaan sikap arogansi aparat yang menghajar dan melukai seenaknya dan sekenanya.
4. Tragedi Versi Pemerintah yang Bertolak Belakang
Beda cerita masyarakat, beda pula pemerintah. Menurut pemerintah, kenapa tragedi ini bisa sampai tumpah adalah karena masyarakat yang bertindak kasar dengan melawan dan menyerang petugas. Masyarakat pula yang dianggap mengawali konflik ini.
Soal jatuhnya korban, hal ini dilakukan karena massa sudah tidak bisa dikendalikan. Namun, pemerintah tak memungkiri kalau terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa ini. Salah satu buktinya adalah pernah ada proses pengadilan bagi para aparat militer yang diduga melakukan aksi mengerikan itu, walaupun sampai hari ini tak ada kabar yang jelas tentang vonisnya.
5. Proses Hukum yang Macet
Pemerintah sendiri tahu jika tragedi ini memuat unsur pelanggaran HAM level tinggi. Makanya, negara pun melakukan inisiatif untuk menyidangkan orang-orang yang terlibat di tahun 2004 lalu. Sayangnya, hingga sekarang tak begitu jelas bagaimana ujungnya.
Orang-orang Priok pun masih belum bisa benar-benar lupa. Apalagi mereka yang jadi saksi hidup keberingasan gila itu. Soal menuntut, tanpa banyak yang tahu, ternyata usaha untuk mengusut kejadian ini masih terus dilakukan. Salah satunya seorang wanita bernama Aminah selaku keluarga korban yang masih konsisten menuntut keadilan.
Sudah lebih dari 30 tahun peristiwa ini berlalu. Memang banyak orang yang jelas lupa, tapi orang-orang Priok takkan mungkin bisa melupakan ini. Apalagi peristiwa ini seperti tidak ada pungkasan yang jelas. Korban berjatuhan, tapi tak ada yang disalahkan untuk itu. Terlepas dari keabu-abuan yang terjadi, mari berharap konflik seperti ini tak terjadi kembali di kemudian hari.